Partisipasi Masyarakat Dalam Pembuatan Dan
Evaluasi Kcbijakan Daerah
Peluang dan partisipasi masyarakat dalam pembuatan dan
evaluasi atas kebijakan daerah, termasuk didalamnya kebijakan daerah cukup
besar dan strategis. Hal tersebut pada hakekatnya telah diatur dalam berbagai
peraturan perundang-undangan, antara lain dalam :
- UU NO. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
- UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
- PP No. 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Kepmendagri No 41 Tahun 2001 tentang Pengawasan Represif Kebijakan Daerah
- Tap MPR no VII/MPR/2001 tentang Rekomendasi arah Kebijakan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme .
Secara garis besar, amanat bagi masyarakat untuk berpartisipasi terhadap
sesuatu kebijakan daerah dapat disistematisir sebagai berikut:
a. Setiap
pembuatan kebijakan daerah yang baru, baik berupa keputusan kepala daerah maupun peraturan
daerah, senantiasa wajib melibatkan masyarakat daerah untuk berpartisipasi;
b. Setiap
kebijakan daerah yang baru, yang tidak melibatkan masyarakat daerah dapat
menyebabkan kebijakan daerah tersebut dibatalkan oleh pemerintah atasan;
c. Masyarakat
berhak untuk mengkritisi dan mengevaluasi atas sesuatu kebijakan daerah yang
telah ada, dan apabila dipandang perlu dapat mengajukan usul agar kebijakan
daerah yang dinilai oleh masyarakat tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat dan
tuntutan keadaan /zaman, ditinjau kembali dan apabila perlu dapat diusulkan
untuk dicabut;
d. DPRD mempunyai
tugas dan wewenang
untuk menampung dan menindak lanjuti aspirasi daerah dan
aspirasi masyarakat;
e. Masyarakat
mempunyai hak untuk mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang
penyelenggaraan negara (termasuk penyelenggaraan pemerintahan daerah), serta
menyampaikan saran dan pendapat terhadap kebijakan penyelenggaraan negara
(termasuk penyelenggaraan
pemerintahan daerah).
Tantangan yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam pembuatan dan
evaluasi kebijakan daerah di kota Tuban, antara lain karena :
a. Berbagai
peraturan perundangan yang berkaitan erat dengan pembuatan dan evaluasi
kebijakan daerah, tidak mengatur mekanisme partisipasi masyarakat secara rinci
dan tegas. Peraturan perundang-undangan
tersebut antara lain :
- UU NO. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah;
- PP No. 20
Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah dan Kepmendagri No. 41 Tahun 2001 tentang Pengawasan Represif Kebijakan Daerah;
- PP No. 1
Tahun 2001 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD;
- Keppres No.
188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan RUU;
- Keppres No.
44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan dan Bentuk
RUU, R Keppres, Raperda dan Rancangan Keputusan Kepala Daerah;
- Kepmendagri
dan Otonomi Daerah NO. 23 Tahun 2001 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum
Daerah;.
b. Belum seluruh
komponen masyarakat yang ada memahami akan hak dan kewajibannya, untuk
berpartisipasi dalam pembuatan dan evaluasi atas sesuatu kebijakan daerah di Pemerintah Daerah Tuban.
Suatu sikap dan langkah yang
telah ditempuh oleh DPRD untuk
menyelenggarakan public hearing perlu diberikan. Penghargaan. Public Hearing ini dimaksudkan, untuk
mendapatkan masukan dari masyarakat, guna membahas tentang sesuatu kebijakan
daerah. Namun disayangkan langkah ini belum seluruhnya tepat, mengingat
sifatnya sangat parsial, tidak menentu, dan sangat terbatas. Sebagai
konsekuensinya banyak kebijakan daerah, baik oleh DPRD maupun eksekutif
ternyata bermasalah, karena tidak dapat diikuti oleh masyarakat.
Sehubungan dengan itu, maka
hadirnya peraturan daerah di Pemerintah Daerah Kabupaten Tuban, tentang mekanisme pembuatan dan evaluasi kebijakan
daerah, yang dapat mengakomodir partisipasi masyarakat secara memadai dan
komprehensif, sangat didambakan oleh banyak kalangan masyarakat.
Partisipasi publik atau partisipasi
masyarakat dalam penyusunan peraturan daerah merupakan hak masyarakat, yang
dapat dilakukan baik dalam tahap penyiapan maupun tahap pembahasan. Dalam
konteks hak asasi manusia, setiap hak pada masyarakat menimbulkan kewajiban
pada pemerintah, sehingga haruslah jelas pengaturan mengenai kewajiban
Pemerintahan Daerah untuk memenuhi hak atas partisipasi masyarakat dalam
penyusunan Perda tersebut
Titik
tolak dari penyusunan suatu peraturan daerah adalah efektivitas dan
evisiensinya pada masyarakat. Dengan kata lain, penarapan suatu peraturan
daerah harus tepat guna dan berhasil guna, tidak mengatur golongan orang
tetentu saja, dengan mengabaikan kepentingan golongan lain yang lebih banyak.
Sehingga dalam proses penyusunannya, para pihak yang berkepentingan dan
memiliki kaitan langsung ataupun tidak langsung terhadap kebijakan yang hendak
diambil harus dilibatkan. Dalam artian, tanpa keterbukaan pemerintahan tidak
mungkin masyarakat dapat melakukan peranserta dalam kegiatan-kegiatan
pemerintahan. Selanjutnya dalam konsep demokrasi, asas keterbukaan atau
partisipasi merupakan salah satu syarat minimum,
Urgensi
Perda tentang mekanisme partisipasi masyarakat, yakni berupaya untuk
mensistematisasi secara komprehensif dan terpadu, mekanisme pembuatan dan
evaluasi kebijakan daerah dalam satu ketentuan. Nantinya diharapkan bahwa semua
proses pembuatan dan evaluasi suatu kebijakan daerah mengacu pada satu sumber
saja, sebagai konsekuensinya DPRD maupun eksekutif daerah wajib mengikuti dan
melaksanakan peraturan daerah tersebut. (Suhardi, 2002 : 4)
Perda tentang mekanisme
partisipasi masyarakat tersebut, diharapkan dapat memuat substansi yang penting
antara lain (Suhardi, 2002 :4-5):
a. Hak partisipasi
masyarakat dalam pembuatan kebijakan daerah yang baru maupun usulan pencabutan
kebijakan daerah yang sudah tidak relevan lagi;
b. Meletakkan
kewajiban kepada DPRD maupun eksekutif daerah untuk menampung dan
menindaklanjuti usulan masyarakat;
c. Partisipasi
masyarakat dalam pembahasan naskah akademik
dan Raperda;
d. Sosialisasi
rencana penyusunan dan pembahasan kebijakan daerah kepada publik.
Dengan demikian partisipasi
masyarakat tersebut pada dasarnya meliputi seluruh proses yang relevan dalam
pembuatan sesuatu kebijakan daerah. Dalam hal ini masyarakat diposisikan
sebagai subyek pembuatan kebijakan daerah, sejajar dengan eksekutif dan
legislatif, dan bukan sekedar simbol legitimasi legislatif dan eksekutif saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
suka/bermanfaat..? tuliskan komentar